Sunday, March 26, 2017

Resensi Buku di Harian Kedaulatan Rakyat 25 Maret 2017: Perjuangan Menjadi Penulis Cilik


Terima kasih pada Penerbit Indiva yang telah mengirimkan bukunya untuk diresensi kembali. 
Buku yang dikirim-nya pun jelas menarik, ditulis oleh penulis keren Sherina Salsabilla. 
Nggak perlu waktu lama untuk membacanya, karena memang asyik dihabiskan sekali baca. 
Ketak-ketik buat resensinya, kirim. Alhamdulilah, Sabtu ini 25 Maret 2017, muncul di Harian Kedaulatan Rakyat.

Naskahnya yang dimuat sudah terlebih dahulu diedit oleh Redaksi.







Perjuangan Menjadi Penulis Cilik


Judul               :  Jangan Menyerah Adiba (Serial PECI)
Penulis             :  Sherina Salsabila
Penerbit           :  Lintang, Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi
Tahun              :  2017
Tebal               :  136 halaman
ISBN               :  978-602-6334-16-9

            Penerbitan buku cerita anak yang semakin berkembang, membawa dampak positif bagi para pembacanya terutama pembaca cilik. Selain meningkatkan minat baca pada anak, biasanya akan seiring dengan meningkatnya minat anak untuk menjadi penulis cilik.
            Setelah membaca banyak buku karya dari teman seumurannya, beberapa anak banyak yang terinspirasi untuk mulai menuliskan ceritanya sendiri. Cerita-cerita itu bisa berasal dari apa yang mereka alami, lihat dan rasakan dalam aktivitas sehari-harinya, ataupun dari imajinasi dalam pikirannya. Cerita yang sudah mereka tulis, kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku. Lalu, buku itu kembali dibaca dan menginspirasi lagi anak-anak yang lainnya. Dan begitu seterusnya.
            Namun dari sekian banyak cerita yang ditulis anak-anak terntu tidak semuanya bisa lolos diterbitkan menjadi buku. Hanya karya-karya terpilihlah yang akhirnya bisa dibaca dan dinikmati oleh para pembaca cilik.
            Pengalaman seperti itulah yang diangkat dan ditulis oleh Sherina Salsabila menjadi sebuah cerita di dalam buku serial PECI (Penulis Cilik Indonesia) yang berjudul Jangan Menyerah Adiba. Sherina dikenal sebagai penulis cilik berbakat yang telah menelurkan banyak buku sekaligus menjuarai lomba-lomba kepenulisan tingkat nasional. Membaca buku ini seakan menikmati sekelumit pengalaman Sherina sebagai seorang penulis cilik yang diidolakan oleh banyak anak-anak pembaca karyanya.
            Dikisahkan tentang seorang anak bernama Adiba yang suka membaca buku-buku karya penulis cilik terkenal Cinta Amora. Selain suka membaca, Adiba juga suka menulis diary tentang dirinya di laptop milik kakaknya. Minat menulis Adiba semakin menggebu saat di mading sekolah ditempel pengumuman Lomba Menulis Cerita Penulis Cilik Indonesia. Tak hanya semangat untuk membuat cerita, Adiba juga berusaha mencari informasi tentang penerbitan sebuah buku. Dari seorang anak yang tak tahu apa-apa, Adiba berusaha mengetahui lebih dalam tentang dunia kepenulisan. Termasuk diantaranya berkenalan dengan banyak penulis cilik yang karya-karyanya sudah beredar di toko buku. Ia berangan-angan untuk menjadi salah satu penulis cilik seperti para penulis cilik yang sudah terkenal.
            Pada akhirnya karya yang Adiba tulis untuk lomba, gagal membawanya menjadi pemenang. Sedih, kecewa, merasa tidak pantas menjadi penulis, itulah yang dirasakan oleh Adiba. Namun, sebuah kejutan dari kakaknya membuat Adiba merasa perjuangannya untuk menjadi penulis cilik belum selesai.
            Tentu, semua perjuangan tidaklah mudah untuk dicapai. Termasuk diantaranya menjadi penulis cilik. Kegagalan adalah salah satu proses yang harus dilalui untuk bisa menjadi seorang penulis cilik dengan nama yang besar.
            Buku ini cocok dibaca oleh anak-anak yang kelak namanya akan bertengger di rak-rak toko buku di Indonesia.      
             


Diresensi oleh Ruri Irawati, penulis dan pembaca cerita anak

Friday, March 24, 2017

Resensi Buku Anak di Koran Pantura 06 Maret 2017: Mencintai Allah Sejak Dini

Pengalaman punya anak seumuran PG dan TK, kadang suka terbengong-bengong sendiri saat dengar pertanyaan-pertanyaan kritis. Terutama pertanyaan tentang Tuhan.  Maklum, umur-umur segitu memang rasa ingin tahunya sedang tumbuh pesat. Makanya, emaknya hati-hati sekali untuk menjawabnya. Karena memang apa yang anak seumuran itu pahami sebatas apa yang ditangkap oleh panca inderanya.

Buku ini bisa membantu buat para emak yang punya anak-anak kritis seperti itu. Yang belum punya pertanyaan kritis pun, bisa kita ceritakan isi buku ini supaya anak mudah menangkap konsep Ketuhanan. Buku yang recommended untuk para emak...

Ini resensinya yang sudah dimuat di Harian Pantura 06 Maret 2017







Mencintai Allah Sejak Dini



Judul               :  How To Love Allah
Penulis             :  Abu Razifa
Penerbit           :  Dar Mizan
Tahun              :  Edisi Baru Cetakan Pertama Oktober, 2016
Tebal               :  112 halaman
ISBN               :  978-602-242-958-6

            Tak kenal maka tak sayang. Tentu saja, untuk menyayangi atau mencintai, kita harus mengenal terlebih dahulu apa yang kita cintai. Demikian juga kecintaan pada Allah. Sebelum mencintai Allah, seorang hamba harus belajar mengenali penciptanya terlebih dahulu.
            Proses mengenali Allah dilakukan melalui pendidikan ketauhidan. Mengenalkan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallaah adalah pendidikan awal yang harus diajarkan semenjak usia anak-anak. Dengan tauhid yang kuat, akan menjadi pondasi seorang anak agar dapat memupuk rasa cinta dan taat pada Allah.    
            Namun bukanlah perkara mudah untuk menerangkan dan menguraikan tentang Allah kepada anak-anak. Di pekembangan usia dini (2-6 tahun), kemampuan berpikirnya masih di tahap konkret. Mereka belajar melalui indera-indera yang ditangkapnya. Sesuatu yang abstrak akan sulit diterima oleh mereka.
            Di sini orang tualah yang berperan besar untuk membimbing dan mengenalkan Allah dengan pemahaman yang benar. Buku ini memberi panduan bagaimana mengajak dan menuntun anak-anak agar mengenal Allah sekaligus mencintai-Nya. Diantaranya adalah melalui kalimah-kalimah thayyibah, melalui media alam dan melalui sesuatu yang dirasa asyik untuk anak-anak seperti cerita, bermain, bernyanyi dan berpuisi.
            Ketika anak mulai mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, akan muncul-pertanyaan-pertanyaan kritis tentang eksistensi Allah. Cerita-cerita anak yang hadir di buku ini pun memunculkan  pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang Allah, yang sering kali diucapkan anak-anak pada orang tuanya. Seperti cerita saat seorang anak yang sedang berjalan-jalan di pagi hari. Ketika melihat pohon mangga, ia bertanya pada ibunya, “Bu, siapakah yang menciptakan pohon mangga?” Atau cerita lain dengan pertanyaan, “Siapakah Allah?”, “Siapa yang menurunkan hujan?”, “Apakah Allah punya ayah dan ibu?”, “Apakah Allah makan, minum dan tidur?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.  
            Dalam buku ini, penulis juga menghadirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis itu sesuai ayat-ayat Al-Quran dan kemampuan berpikir anak. Penulis menghadirkan jawaban dengan memberikan contoh-contoh melalui media alam, yang menunjukkan adanya kuasa Allah sebagai pencipta semesta alam.
            Selain itu di setiap kisah, selalu terdapat  kalimah-kalimah thayyibah diantaranya Alhamdulillah, Allahu Akbar, Subhanallah, Laa ilaha illallah. Dengan mengenalkan dan membiasakan menyebut kalimah thayyiban, perlahan anak dapat dikenalkan konsep bersyukur, yakin dan iman terhadap kebesaran Allah, dan konsep Allah maha tunggal.
            Buku How To Love Allah ini terbagi menjadi tiga bagian. Yang pertama adalah bagaimana mengenali Allah, yang kedua mengajak dan menuntun beribadah sebagai tanda cinta kepada Allah. Dan yang ketiga adalah ajakan untuk menjauhi maksiat. Menariknya, selain berisi cerita-cerita sederhana, terdapat puisi, doa, lagu dan permainan seru yang mengajak anak semakin mengenal dan cinta pada Allah.


Diresensi oleh Ruri Irawati, Penulis dan Pembaca Cerita Anak  

Monday, March 13, 2017

Resensi Buku di Harian Kabar Madura 09 Maret 2017: Saat Anak Belajar Menerima Ketidaksempurnaan

Ini  adalah resensi dari buku serial PECI (Penulis  Cilik Indonesia - Seri Pendidikan Akhlak untuk Anak) terbitan Lintang Indiva Media Kreasi. Berjudul: Jangan Bersedih Lisha. Ditulis oleh banyak penulis-penulis cilik salah satunya Mbarep-saya, Rubee Putri. Judul ceritanya Dongeng-Dongeng Sabrina.

Alhamdulillah dimuat di harian Kabar Madura tanggal 09 Maret  2017. Buat teman-teman yang mau koleksi buku ini, yuk dibaca dulu resensinya...




Saat Anak Belajar Menerima Ketidaksempurnaan


Judul               :  Jangan Bersedih Lisha
Penulis             :  Maulidya Risti F dan kawan-kawan
Penerbit           :  Lintang, Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi
Tahun              :  2016
Tebal               :  128 halaman
ISBN               :  978-602-633-404-6

            Bagaimana rasanya tiba-tiba kehilangan tiga jari tangan? Itulah yang dialami oleh Lisha, tokoh dalam Buku Serial Penulis Cilik (Peci) berjudul ‘Jangan Bersedih Lisha’. Tentu saja Lisha merasa tak sempurna. Ia tidak bisa lagi mengetik dan menulis dengan sempurna. Cita-citanya menjadi penulis harus dikubur dalam-dalam.
            Namun kehadiran saudara sepupunya, Nayya, membuat Lisha perlahan-lahan berubah. Dengan berbagai cara Nayya membantu Lisha untuk tidak terpuruk dengan keadaannya. Salah satunya adalah dengan memberikan buku ‘Menulis Mudah dengan Tujuh Jari’ untuk Lisha agar mau mencoba menulis lagi.
            Ternyata memang tak semudah yang Lisha dan Nayya bayangkan. Walaupun sudah berusaha mencoba, namun Lisha masih menemui kegagalan saat mencoba menggunakan jari-jarinya untuk menulis. Tapi Nayya tidak kehilangan akal. Sampai akhirnya sesuatu pemberian Nayya, menyentuh hati Lisha untuk bangkit dari kesedihannya.           
            Kisah ini selain mempunyai alur cerita yang kuat, pesan yang disampaikannya pun cukup dalam. Bahwa selalu ada jalan untuk meraih impian walaupun penuh dengan rintangan. Ketidak sempurnaan fisik adalah salah satu rintangan yang harus dilalui. Man Jadda wajada! Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil (halaman 12).
            Salah satu kisah lainnya bercerita tema persahabatan antara Sabrina dan seorang temannya bernama Nisa. Sabrina adalah seorang siswa yang suka mendongeng tapi tidak bisa menuliskan dongeng-dongengnya. Sedangkan Nisa adalah siswa yang dikenal sering menjuarai lomba-lomba menulis. Awalnya mereka hanya berteman di dalam satu klub menulis. Konflik pun terjadi saat mereka harus berkompetisi untuk tampil dalam acara peringatan hari Maulid Nabi SAW. Namun ternyata kompetisi itu malah membuat mereka menjadi sahabat yang saling menolong sekaligus memicu mereka untuk terus mengembangkan bakat yang mereka miliki (halaman 34).
            Kisah itu memberi pesan pada pembacanya bahwa berkompetisi tidak  identik dengan bermusuhan. Dengan adanya lawan dalam berkompetisi, akan menambah semangat untuk terus belajar mengasah bakat dan kemampuan.  
            Buku serial ini merupakan kumpulan cerpen yang ditulis oleh penulis-penulis cilik berumur 12-14 tahun. Selain dua cerita di atas, terdapat delapan cerita menarik lainnya, yang berkisah tentang berbagai permasalahan yang dialami oleh anak-anak dan pra remaja. Dengan ide-ide yang cerdas, para penulis cilik itu mampu memberikan contoh bagaimana menyelesaikan konflik dengan baik. Selain menghibur, pembaca dapat menemukan kisah-kisah yang sarat akan nilai-nilai pendidikan akhlak, tentunya tanpa merasa digurui.   


Diresensi oleh Ruri Irawati, penulis dan pembaca cerita anak