Monday, August 3, 2015

Cernak di Solopos: Selimut Tedy Bear

Ini cerita yang saya tulis tapi kurang begitu sreg di hati. Konfliknya kurang kuat dan alur ceritanya, "cumi" aka cuma mimpi. Setelah dapat pelajaran dikelas mas baim, memang sebaiknya kita menghindari menulis cerita dengan alur cuma mimpi.

Tapi cerita sudah kadung dikirim, dan dimuat di Solopos. Paling tidak artinya sudah bisa menghibur pembaca rubrik anak di daerah Solo dan Jogjakarta. 

Untuk saya sendiri, tulisan ini bisa untuk bahan untuk belajar. Toh dalam menulis pun  kita terus berproses... Tetap belajar dari karya-karya  yang sudah kita hasilkan... 



Dimuat 02 Agustus 2015

Selimut Tedy Bear
Oleh: Ruri Irawati


            “Jangan dicuci, Bu!” teriak Wawa, sambil menyambar selimutnya dari tangan Ibu. Pagi itu Wawa siap berangkat sekolah. Sebelum sempat melipat selimutnya, rupanya Ibu sudah siap menaruhnya ke wadah cucian kotor.
            “Tapi selimutmu sudah bau, Wawa. Sudah harus dicuci.”
            “Iya, Bu. Maya nggak tahan baunya! Kenapa sih, Wa, selimut bau dipelihara?” gerutu Maya, kakak Wawa.
            “Wawa suka baunya. Kalau dicuci, nanti Wawa nggak bisa tidur, Bu”
            “Kalau nggak dicuci, Kak Maya yang susah tidur, Wa… nggak tahan baunya!” balas Maya, masih manyun. Tak mau berdebat lama, Wawa langsung masuk ke kamarnya bersama selimutnya. Dimasukkannya ke lemari baju, dan klik… terkunci! Wawa meringis puas… sampai nanti pulang sekolah, tak ada yang bisa mengganggu selimutku, karena kuncinya akan kubawa ke sekolah, seru Wawa dalam hati. Ibu memandang dari luar kamar sambil menggelengkan kepalanya.
***
            Selimut Wawa memang spesial untuknya. Selimut bermotif Tedy Bear itu sudah menemani Wawa sejak setahun yang lalu. Suatu kali, Wawa pernah demam tinggi, ia menggigil kedinginan. Tapi selimut itu menemani Wawa sepanjang malam, hingga demamnya turun. Saat demam itu, Wawa merasa berada di padang salju dan hanya di temani oleh Tedy Bear yang selalu memeluknya untuk melawan rasa dinginnya. Sejak saat itu setiap Wawa beranjak tidur, tak pernah ia melepaskan selimut kesayangannya.
***
            Sepulang sekolah, seusai makan dan sholat dhuhur, dibukanya lemari yang Wawa kunci saat berangkat sekolah tadi. Lega rasanya melihat selimutnya masih terlipat rapi di pojok lemari.
            “Bu, Wawa tidur siang dulu ya. Tadi di sekolah capek, Bu, habis pelajaran olahraga,” teriak Wawa sambil menyalakan kipas angin.
            “Sudah sholat belum, Nak?” jawab Ibu dari dapur yang masih sibuk mengerjakan pesanan ketering.
            “Sudah, Bu.” Wawa menghempaskan badannya ke kasur. Ditariknya selimut kesayangannya menutupi tubuhnya. Hmm… nyaman…
***
            “Wawa…” Wawa menengok ke arah suara yang memanggil namanya. Ternyata suara itu datang dari seekor beruang yang tampak tak asing di mata Wawa. Wajah Wawa merekah senang.
            “Tedy Bear! Senangnya bisa bertemu lagi!” seru Wawa sambil memeluk beruang itu.
            “Ya, akupun begitu. Aku sedang ingin bermain denganmu, Wawa. Ayo, kita main ke danau, di sana banyak ikannya.”
            “Ayo Tedy Bear, sepertinya asyik!” seru Wawa girang. Wawapun bergandengan dengan Tedy Bear berjalan menuju danau dari bangku taman tempat Wawa menikmati semilir angin sepoi-sepoi.
            Setibanya di danau, air danau terlihat begitu jernih. Wawa bersorak girang melihat ikan-ikan yang besar dan banyak di dalam danau yang tampak dangkal itu.
            “Ayo Tedy Bear, tangkap ikan-ikan itu!” seru Wawa loncat-loncat kegirangan. Tedy Bear segera melangkahkan kakinya ke dalam danau dan meraup ikan sebanyak-banyaknya. Wawa memekik senang. Lalu, Tedy Bear berjalan keluar danau dan mendekati Wawa yang masih asyik duduk di pinggir danau. Ikan-ikan yang sudah diraupnya dan diserahkan ke Wawa sambil mengajak Wawa turun ke danau. Tapi Wawa tak mau menerima ikan itu, bau amis yang tertangkap hidungnya membuat pusing kepala Wawa.
            “Aku nggak mau pegang ikan itu… bau!” teriak Wawa menutup hidung sambil berlari menjauh, “Tedy Bear, kaupun baunya sama dengan ikan-ikan itu, bau amis,” lanjut Wawa. Tedy Bear tertawa lebar.
            “Memang Wawa tak suka bau amis ini? Kalau begitu aku akan berhenti bermain dan membersihkan bau amis ini. Supaya Wawa mau main denganku lagi,” jawab Tedy Bear.
            “Iya Tedy Bear, kau lepaskanlah dulu ikan-ikan itu kembali ke danau. Lalu kau berendam saja di danau sebelah sana supaya baumu hilang. Aku akan menunggumu,” seru Wawa sambil menunjuk sebelah danau yang tak banyak ikannya. Tedy Bear mengangguk. Tapi sayang, Wawa tak bisa menunggu lama karena ia harus terbangun dari tidurnya.
            Wawa mengucek matanya. Rasanya ia masih berada di alam mimpi bersama Tedy Bear. Bau amis Tedy Bear dan ikan-ikan itu masih tercium dari selimutnya. Segera ia beranjak dari tempat tidur sambil membawa selimut kesayangannya itu.
            “Sudah bangun, Nak? Eh, mau dibawa kemana selimutnya, Wa? Mau diumpetin lagi ya?” tanya Ibu bercanda.
            “Mau Wawa cuci, Bu. Ternyata bau nggak enak itu bikin pusing,” jawab Wawa malu. Ibu tersenyum.
Rupanya Wawa tidak tahu kalau Ibu sempat menengok dan mengembalikan selimut Wawa yang jatuh ketika Wawa tidur siang. Tangan Ibu masih tertempel bau ikan saat memasak di dapur. Dan bau amisnya, menempel ke selimut Wawa.
            “Memang, barusan mimpi apa sih?” goda Ibu.