Friday, August 26, 2016

Nusantara Bertutur Kompas Klasika: Upacara Bendera

Belakangan saya menulis cerita berdasarkan ide yang tiba-tiba melintas begitu saja. Tapi sesekali ingin juga kembali belajar menulis cerita denga tema. Mendekati hari ultah kemerdekaan, saat melihat berita tentang paskibraka, terlintas ide untuk menulis tentang upacara bendera.

Yup, dulu semasa sekolah, bertemu dengan upacara bendera rasanya malaaas sekali untuk mengikutinya. Ide sederhananya diambil dari situ. Hanya saja, yang biasanya si anak mendengar nasehat dari guru-guru tentang makna upacara bendera, tapi cerita saya belokkan, ketika si anak yang malas upacara itu mendapat cerita dari seorang tukang kebun sekolah yang ikut melaksanakan upacara bendera dengan  khidmat.

Alhamdulillah, akhirnya cerita ini dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur. Judul yang saya kirim adalah "Pelajaran dari Pak Rahman", dan di edit oleh redaksi menjadi "Upacara Bendera". Memang, jadinya lebih sesuai dengan tema Agustusan.

Silakan mengikuti Upacara Bendera ini :)



Kompas Klasika Nusantara Bertutur
Terbit tanggal 21 Agustus2016


Upacara Bendera
Oleh. Ruri Irawati

            Senin sudah datang. Hari yang sangat tidak disukai oleh Andi. Sebabnya ia harus melaksanakan upacara bendera di sekolahnya, SDN. Cibuluh, Kota Bogor. Andi merasa malas, harus berdiri berpanas-panasan menghadap tiang bendera di tengah lapangan.
Andi selalu berusaha menghindar mengikuti upacara bendera dengan berbagai alasan. Tapi kali ini, ia tidak bisa mengelak.  Pak Irfan, wali kelasnya sudah hafal semua alasan-alasannya.
“Andi, pakai topimu dan langsung ke lapangan upacara!” perintah Pak Irfan.
Dengan terpaksa, Andi menuju barisan teman-teman sekelasnya. Sengaja Andi berdiri di paling belakang barisan. Ia berniat di tengah upacara berlangsung untuk menyelinap ke dalam kelas yang pintunya tak jauh dari tempat ia berdiri.
Saat mengheningkan cipta, semua peserta upacara menunduk dan berdoa dengan khidmat. Bagi Andi itu kesempatan. Ia mulai melangkah mundur menuju pintu kelas. Namun saat langkah ketiga kaki Andi terantuk sepasang kaki. Ternyata di belakangnya ada Pak Rahman yang sedang khidmat mengheningkan cipta. Pak Rahman adalah tukang kebun sekolah yang sudah tua.
Andi memberi kode pada Pak Rahman untuk bergeser memberinya jalan. Namun tak disangka, tiba-tiba Pak Rahman terjatuh pingsan. Tentu saja Andi kaget, begitu pun peserta upacara lainnya.
Upacara dihentikan sejenak. Andi ikut membantu menggotong Pak Rahman ke ruang UKS bersama beberapa guru. Setelah ditangani beberapa guru, Pak Rahman akhirnya sadar. Andi lalu diminta oleh Pak Irfan menemani Pak Rahman beristirahat.
Pak Rahman yang sudah merasa baikan, lalu berusaha bangun. “Bapak mau ikut upacara lagi, Nak.”
Namun ternyata badan Pak Rahman masih lemah. Andi meminta Pak Rahman tetap beristirahat. “Bapak, kan, sakit. Kenapa ikut upacara?”
“Bapak  tidak sakit, hanya kepanasan sedikit, Nak,” jawab Pak Rahman. “Tak sebanding dengan apa yang dilakukan pahlawan-pahlawan kita dulu saat berjuang membela dan mempertahankan tanah air,” lanjut Pak Rahman.
Lantas Pak Rahman bercerita, sewaktu ayahnya kecil tanpa sengaja ia berada di tengah medan pertempuran melawan pasukan sekutu. Untungnya ayah Pak Rahman bisa selamat, namun tidak dengan kakeknya. Itu sebabnya sang ayah terus mengingatkan agar anak cucunya tidak melupakan jasa-jasa kakek dan teman-temannya. Mereka mengorbankan nyawa berperang mempertahankan Indonesia.
Andi terdiam menyimak cerita Pak Rahman. Dalam hatinya ia merasa menyesal, selama ini ia selalu malas-malasan mengikuti upacara bendera. Mulai saat itu, ia berjanji untuk mengikuti upacara bendera dengan khidmat seperti yang dilakukan Pak Rahman.

-TAMAT-

Pesan dari cerita:
Bangsa Indonesia kini sudah merdeka. Kita harus menghargai jasa pahlawan, salah satunya dengan mengikuti upacara bendera dengan khidmat.

Versi audio dapat dibuka  di link Nusantara Bertutur:

http://print.kompas.com/iklan/klasika/nusantarabertutur/arsip/20160821-upacara-bendera.html


  


No comments: