Berikut cacatan kecilnya, dibuat semacam resesnsi. Coba kirim ke media, alhamdulillah dimuat di Kabar Madura.
Menyelami Pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram
Judul : Ki Ageng Suryomentaram, Sang Plato dari Jawa
Penulis : Ratih Sarwiyono
Penerbit : Cemerlang Publishing
Tahun :
Cetakan Pertama 2017
Tebal : 200 halaman
ISBN :
978-602-1348-55-0
Sebagai seorang pangeran dari istana
Kraton Yogyakarta, RM. Kudiarmaji yang kemudian diberi gelar Pangeran
Suryomentaram, selalu hidup dalam kegelisahan bathin yang luar biasa. Sekalipun
ia kaya dan berkuasa, namun itu tidak membuat ia merasa menjadi manusia normal.
Sebagaimana Pengeran Sidharta Gautama, ia merasa terkungkung oleh kemegahan dan
kemewahan hingga tidak bisa merasakan kehidupan yang sesungguhnya.
Untuk menemukan jati dirinya,
keluarlah Pangeran Suryomentaram dari kraton dan tinggal di desa Bringin,
Salatiga, sebagai petani biasa. Di desa itu, ia lebih bebas berpikir dan
merenung. Bahkan saat ia mengayunkan cangkul di ladang, terpikir olehnya akan
kemurahan Tuhan yang melimpahkan kesuburan pada manusia. Sehingga tugas dirinya
sebagai manusia adalah dapat mengolah tanah subur itu dengan ilmu dan ketekunan
hingga menghasilkan bahan makanan yang nikmat bagi dirinya dan sesama manusia
lainnya (halaman 12).
Pemikiran-pemikiran KiAgeng
Suryomentaram sungguh berbeda dengan pemikiran tokoh-tokoh budaya lain di masa
itu yang lebih percaya akan mitos. Pemikiran filosofisnya rasional jauh dari
mistisisme, sebagaimana Plato pemikir kritis dari Yunani abad 3 SM. Seorang
ahli sejarah dari Universitas Paris bernama Marcell Boneff bahkan telah
mempelajari pemikiran Ki Ageng secara lengkap, kemudian menulis buku dalam bahasa Perancis, berjudul
‘Ki Ageng
Suryomentaram, Prince et Philoshope Javanais’ (halaman 13).
Ki
Ageng Suryomentaram meninggalkan sebuah warisan yang sangat berharga,
yaitu kawruh pangawikan pribadi,
atau kawruh
jiwa. Sebuah pengetahuan agar manusia dapat melepaskan segala atribut
duniawi sehingga dapat menemukan kebahagiaan dan ketentraman yang sejati. Buku
ini ditulis untuk menyampaikan tentang ilmu kebahagiaan atau kawruh beja yang dirumuskan oleh Ki Ageng Suryomentaram yang sempat dicatat oleh
murid-muridnya, para aktivis Taman Siswa.
Menurut Ki Ageng, benih dari ilmu
pengetahuan adalah “Rasa” di dalam jiwa
manusia (halaman 27). Untuk mendapatkan kebahagiaan diawali dengan pemahaman
tentang pengetahuan diri sebagai manusia yang memiliki “rasa”.
Pada dasarnya, manusia itu semuanya
sama, mempunyai “rasa” sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang,
sebentar susah, demikian seterusnya (halaman 68). “Rasa” itu dialami oleh
seluruh manusia dan bersifat abadi sepanjang hidup. Apabila manusia dapat
memahami sifat dari “rasa” itu, maka bebaslah ia dari penderitaan iri hati dan
sombong dan kemudian bisa masuk surga ketentraman. Artinya dalam segala hal, ia
akan bertindak secukupnya, semestinya dan sebenarnya (halaman 82).
Keinginan-keinginan manusia yang tidak terlaksana pun, dapat terlepas dari
penyesalan dan kekhawatiran.
Ki Ageng Suryomentaram menyebut
kesadaran manusia terbagi menjadi 4 dimensi. Dimensi pertama adalah tukang
rekam. Manusia merekam hal-hal di luar diri melalui inderanya dan hal-hal di
dalam diri melalui “rasa”. Kesadaran dimensi kedua adalah menganggap
rekaman-rekaman itu (kumpulan informasi) sebagai dirinya. Sedangkan dimensi
ketiga yaitu menganggap egonya sebagai diri. Dan yang terakhir adalah kesadaran
bahwa dirinya bukan sekedar ego, tetapi menjadi Pengawas atau Saksi dari setiap
kejadian yang dialaminya (halaman 117-118). Dimensi ke-empat itulah yang
membuat derajat manusia bertambah tinggi karena ia akan selalu merasa menjadi
saksi atas perbuatan-perbuatannya. Apabila dimensi ke-empat sudah tercapai,
maka manusia akan merasakan kedamaian dalam menjalani kehidupannya.
Dalam buku ini, penulis berusaha
memaparkan pemikiran-pemikiran filosofis sederhana Ki Ageng Suryomentaram
melalui contoh-contoh tindakan, sehingga pembaca dapat dengan mudah
memahaminya. Bahkan Marcell Boneff pun mengakui, bahwa pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram sangat penting sebagai pencerahan dalam membentuk
pribadi yang cerdas dan cendekia, tanpa kehilangan kepribadian timurnya.
No comments:
Post a Comment