Artikel Opini yang saya kirim, ternyata dimuat di Koran Kabar Madura. Hanya saja, tanggal pemuatannya jauh sudah melewati tanggal DL kirim lomba... Hehehe... memang belum rejekinya... Paling tidak sudah belajar membuat tulisan opini... :D
Peran
Keluarga dalam Menanamkan Nilai Kesederhanaan
Oleh.
Ruri Irawati
Mencermati
berita perkembangan gaya hidup saat ini, sebenarnya membuat saya merasa miris.
Mungkin bagi sebagian orang merasa bangga, ketika negara Indonesia dijadikan
salah satu tempat launching perdana
gawai merek internasional edisi teranyar dengan spek tercanggih. Padahal tiga
bulan yang lalu baru saja dikeluarkan seri yang hanya berbeda sedikit spek
dengan edisi terbaru bulan ini. Namun, tentu saja, masyarakat yang tak mau
ketinggalan trend akan berlomba-lomba
melirik gawai edisi teranyar itu.
Perilaku Konsumtif
Tak
dipungkiri fenomena seperti itu hadir di negara kita. Tanpa disadari, masyarakat
Indonesia dibuat menjadi pengikut-pengikut trend
yang selalu haus akan produk-produk terbaru. Perilaku konsumtif tumbuh subur
dan akhirnya menjadi gaya hidup. Konsumsi bukan lagi sebagai pemenuhan
kebutuhan, melainkan pemenuhan keinginan yang tak ada habisnya. Lalu, siapakah
yang akan diuntungkan? Mereka adalah orang-orang yang memproduksi segala macam
bentuk barang untuk memenuhi gaya hidup.
Tentunya, perilaku konsumtif sangat berdampak
negatif pada diri sendiri dan juga orang lain. Untuk memenuhi perilaku
konsumtif, pasti memerlukan uang yang banyak. Apabila, uang itu tidak bisa
dipenuhi dari cara yang halal, cara cepat yang dilakukan adalah melakukan
tindakan tidak terpuji. Yaitu dengan mengambil hak orang lain secara
sembunyi-sembunyi seperti korupsi dan mencuri ataupun secara terbuka seperti
merampok dan memeras. Jadi sangatlah jelas, perilaku konsumtif merupakan salah
satu faktor terjadinya tindak kejahatan.
Itu sebabnya kita perlu berhati-hati
dengan perilaku konsumtif. Salah satu cara melawannya adalah dengan kembali
membudayakan pola hidup sederhana. Seperti orangtua dahulu sering katakan,
hiduplah secukupnya jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebihan tidak akan
membuat kita merasa cukup.
Pola
hidup seseorang terbentuk atas kebiasaan berperilaku sehari-harinya. Tanpa
adanya perubahan yang mendasar, maka pola hidup ini akan terbawa terus
sepanjang usia. Begitupun pola hidup sederhana, yang harus ditanamkan semenjak
kanak-kanak. Peran keluargalah yang menjadi ujung tombak untuk menanamkan
nilai-nilai kesederhanaan pada anak-anak.
Melatih Pola Hidup Sederhana
Anak
adalah peniru ulung. Ia akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang-orang
terdekatnya. Begitupun dalam mengenalkan dan menanamkan nilai kesederhanaan
pada anak, harus diawali oleh orangtua terlebih dahulu. Pola belanja yang
dilakukan oleh orangtua, akan mengendap di pikiran bawah sadar anak, dan cepat
atau lambat akan muncul menjadi perilaku mereka.
Sedapat mungkin, belanja yang saya
lakukan adalah berdasarkan kebutuhan. Ketika pakaian mulai terasa sempit, tentu
saya perlu membeli baju dengan ukuran yang lebih besar. Ketika gawai sudah
rusak dan tidak bisa diperbaiki, tentu saya harus membeli yang baru untuk
memperlancar kebutuhan berkomunikasi. Ketika kebutuhan gizi dalam makanan anak
harus terpenuhi, saya tidak bisa mengabaikan dengan alasan hidup sederhana.
Namun demikian, semuanya dibeli berdasarkan atas kebutuhan, bukan keinginan
semata. Contoh-contoh pemenuhan kebutuhan tersebut adalah yang paling mudah
dilihat oleh anak-anak.
Konsep
sederhana adalah tercukupinya kebutuhan sehari-hari. Salah satu cara yang saya diterapkan
pada anak-anak untuk melatih hidup sederhana adalah dengan melatih mereka untuk
mengelola uang sakunya sendiri.
Pada prakteknya, saya memberikan uang
saku pada anak adalah seminggu sekali. Uang saku tersebut digunakan untuk
ongkos angkutan umum dan uang jajan. Bagi anak-anak, jajan makanan ringan
adalah sesuatu yang wajar. Itu adalah bagian dari kebutuhan mereka. Menjadi
tidak wajar, ketika jajan berlebihan, tanpa terkendali. Konsep uang saku
terencana, membuat anak dapat belajar mengendalikan keinginan jajan yang
berlebihan. Saat uang jajannya habis di awal minggu, maka hari-hari di akhir
minggu mereka sudah tidak bisa jajan lagi. Dengan begitu, terpaksa anak harus
belajar mengelola keinginan jajannya agar uang bisa dipakai selama seminggu. Konsep
ini membuat anak belajar bertanggung jawab dengan apa yang diserahkan padanya.
Beda lagi apabila secara tiba-tiba
mereka memegang uang yang jauh lebih besar dari biasanya, seperti uang lebaran.
Pada saat seperti itu, yang saya lakukan adalah membiarkan anak-anak mengelola
uangnya sendiri untuk membelanjakan
barang-barang kesukaan mereka. Namun saya tetap mengarahkan, barang yang dibeli
sesuai hobby yang mereka sukai. Si sulung dengan hobby membaca dan menulis
buku, memang sudah lebih terarah dalam membelanjakan uangnya. Ia memutuskan
untuk membeli buku-buku bacaan kesukaannya. Untuknya, buku adalah semacam
asupan ide dan inspirasi untuk menghasilkan ceritanya sendiri. Alhamdulillah
beberapa tulisannya sudah diterbitkan oleh penerbit mayor. Sedangkan adiknya,
ia membeli bahan-bahan untuk membuat mainannya sendiri (Do It Yourself). Dari
situ anak-anak dilatih, bahwa uang yang mereka belanjakan, dapat menghasilkan
sesuatu. Mereka ikut belajar memproduksi barang, bukan hanya sekedar
mengkonsumsi barang.
Dari hal-hal kecil yang dilakukan
secara konsisten, kelak dapat membawa mereka berperilaku hidup sederhana, mempunyai
pola pikir produktif, bukan konsumtif. Dengan begitu, dari semenjak kecil
anak-anak sudah terbiasa mensyukuri atas kecukupan yang mereka dapatkan dari
Yang Maha Pemberi.
-o0o-