Ide itu ada di dekat-dekat kita. Kita hanya perlu jeli menangkapnya. Seperti ide cerita ini, adalah saat mamanya menggoreng cireng, tapi anak saya sudah kekenyangan duluan jajan cireng di sekolah.
Tadinya memang cerita ini berkisah tentang cireng. Tapi saya ganti, saat dikirim ke koran lokal Jawa Tengah menjadi kue putu ayu.
Dan ini penampakan dimuatnya jajanan istimewa di Rubrik Anak Harian Solopos.
Rubrik Anak Harian Solopos
Dimuat 27 September 2015
Jajanan Istimewa
Oleh:
Ruri Irawati
Raya suka sekali
jajan. Setiap hari uang jajan yang diberikan Ibu selalu habis. Kadang, kalau kehabisan
jajanan di kantin sekolah, uang jajan Raya pasti dipakai untuk jajan di rumah.
Jajan di warung atau di tukang jajanan yang lewat depan rumah.
Sebetulnya makanan
yang Ibu buat lumayan enak. Tapi sering kali tidak termakan, karena perut Raya
sudah kenyang dulu oleh jajanan. Bahkan kadang Raya sengaja tidak mau makan,
supaya bisa jajan.
Sudah seminggu ini,
ada sebuah warung jajanan baru saja buka di dekat rumah Raya. Hampir setiap
sore pula, Raya jajan ke warung itu. Ada
satu jajanan yang Raya sangat suka.
Sore ini Raya pun tak mau absen untuk membelinya. Dengan
mengendap-endap, Raya berusaha keluar rumah tanpa diketahui Ibu.
“Nah… nah… mau kemana, keluar rumah sore-sore begini?
Sepertinya mau jajan ya?” tanya Ibu yang melihat Raya menggenggam uang. Yaaah…
ketahuan deh, pikir Raya.
“Hehehe… iya, Bu. Jajanan di warung baru itu enak. Raya
suka….”
“Kan
di rumah banyak makanan, Raya, kenapa harus jajan? Lagian kamu dapat uang dari
mana, katanya uang jajanmu tadi habis untuk jajan di sekolah?” tanya Ibu
curiga.
“Ini uang dari Tante Ina, Bu. Waktu Tante Ina datang ke
rumah, kasih uang ke Raya banyak. Sampai sekarang belum habis.”
“Uang itu kan
harusnya untuk ditabung, bukan dipakai jajan,” omel Ibu sambil geleng-geleng
kepala.
“Iya Bu, nanti kalau Tante Ina kasih uang Raya lagi,
Raya tabung deh. Sekarang boleh ya Raya jajan ke warung. Jajanan yang Raya
suka, takut habis kalau sudah sore,” bujuk Raya. Tanpa menunggu jawaban, Raya
langsung kabur meninggalkan Ibu.
***
Hmmm… Kue putu ayu itu masih
tersisa satu lagi. Kue beraroma manis
berwarna hijau dengan hiasan kelapa di atasnya. Rasanya manis, lembut dan enak. Kalau lebih sore sedikit,
pasti sudah tidak kebagian, Raya tersenyum senang.
“Adik ini rumahnya
dimana?” tanya Ibu pemilik warung sambil menerima uang yang diberikan oleh Raya. Raya tahu
Ibu itu penghuni baru di komplek perumahannya. “Dekat dengan rumah Bu Retno, yang
di ujung gang itu?” lanjut Ibu warung
bertanya. Raya
membuka plastik pembungkus kue. Ia memang selalu memakan jajanannya di tempat.
Kalau dibawa pulang ke rumah, pasti Ibu marah.
“Bu Retno itu, ibu
saya, Bu,” jawab Raya sambil memasukkan kue beraroma
pandan itu ke mulutnya.
“Lho… anaknya Bu
Retno ya! Kalau begitu, Ibu sekalian titip saja. Ini uang penjualan kue titipan Ibumu selama
seminggu. Tolong berikan ke Ibumu ya… Oh iya, Adik namanya siapa?” Ibu pemilik
warung menyerahkan uang yang ditaruh di atas piring tempat kue yang baru saja habis
dibeli oleh Raya.
“Nggg… Raya, Bu,” jawab
Raya terbengong-bengong.
“Tiap hari selalu
habis terjual, memang enak kue putu
ayu buatan Ibumu,” katanya sambil tersenyum.
Ditariknya kue yang sudah hampir berada di mulutnya, sambil menerima titipan untuk
ibu. Tak jadi Raya mengunyah kue yang biasanya ia
habiskan di warung itu.
***
“Memang kapan Ibu
bikin kue putu ayu di rumah, kok Raya nggak pernah tahu?” tanya Raya manyun.
“Setiap hari. Raya, kan, lebih suka jajan, jadi nggak tau deh kalau Ibu bikin kue enak. Karena
Raya nggak suka makanan yang ada di
rumah, jadi Ibu jual saja,” goda Ibu. “Memang enak ya,
jajanan buatan Ibu? Itu namanya jajanan istimewa,” lanjut Ibu masih tersenyum.
“Kalau tahu buatan
Ibu, Raya,
kan, nggak
perlu jajan ke warung,” sahut Raya.
“Sekarang sudah
tahu, kan?”
tanya Ibu masih menggoda.
“Iya deh… Besok-besok, Raya nggak jajan lagi ke warung,
supaya perut Raya cukup untuk makanan di rumah yang Ibu buat.” Raya menyadari
kalau kebiasaan jajannya membuat ia tak tahu apa yang dimasak ibunya. “Raya jajannya
ke Ibu saja, ya. Ibu buat kue yang enak-enak…” lanjut Raya senang.
“Boleh, Raya. Gratis kok untuk Raya,”
jawab Ibu tersenyum.
“Aaah... kalau gitu, uang jajannya, Raya
kumpulkan saja di celengan ayam yang kosong itu,” cetus Raya mendapatkan ide.
“Sudah lama Raya jarang mengisinya, Bu,” lanjut Raya dengan suara pelan dan sedikit
malu.
“Setuju...” Ibu mengangkat kedua
jempolnya. “Itu, masih banyak kue putu ayu, jajanan
kesukaanmu di dapur,” lanjut Ibu disambut dengan
seruan girang Raya.
“Asyik…asyik… Nyam nyam nyam
enaaak….”
-o0o-