Yup, dulu semasa sekolah, bertemu dengan upacara bendera rasanya malaaas sekali untuk mengikutinya. Ide sederhananya diambil dari situ. Hanya saja, yang biasanya si anak mendengar nasehat dari guru-guru tentang makna upacara bendera, tapi cerita saya belokkan, ketika si anak yang malas upacara itu mendapat cerita dari seorang tukang kebun sekolah yang ikut melaksanakan upacara bendera dengan khidmat.
Alhamdulillah, akhirnya cerita ini dimuat di Kompas Klasika Nusantara Bertutur. Judul yang saya kirim adalah "Pelajaran dari Pak Rahman", dan di edit oleh redaksi menjadi "Upacara Bendera". Memang, jadinya lebih sesuai dengan tema Agustusan.
Silakan mengikuti Upacara Bendera ini :)
Kompas Klasika Nusantara Bertutur
Terbit tanggal 21 Agustus2016
Upacara
Bendera
Oleh. Ruri Irawati
Senin
sudah datang. Hari yang sangat tidak disukai oleh Andi. Sebabnya ia harus
melaksanakan upacara bendera di sekolahnya, SDN. Cibuluh, Kota Bogor. Andi
merasa malas, harus berdiri berpanas-panasan menghadap tiang bendera di tengah
lapangan.
Andi selalu berusaha menghindar
mengikuti upacara bendera dengan berbagai alasan. Tapi kali ini, ia tidak bisa
mengelak. Pak Irfan, wali kelasnya sudah
hafal semua alasan-alasannya.
“Andi, pakai topimu dan
langsung ke lapangan upacara!” perintah Pak Irfan.
Dengan terpaksa, Andi menuju
barisan teman-teman sekelasnya. Sengaja Andi berdiri di paling belakang
barisan. Ia berniat di tengah upacara berlangsung untuk menyelinap ke dalam
kelas yang pintunya tak jauh dari tempat ia berdiri.
Saat mengheningkan cipta,
semua peserta upacara menunduk dan berdoa dengan khidmat. Bagi Andi itu
kesempatan. Ia mulai melangkah mundur menuju pintu kelas. Namun saat langkah
ketiga kaki Andi terantuk sepasang kaki. Ternyata di belakangnya ada Pak Rahman
yang sedang khidmat mengheningkan cipta. Pak Rahman adalah tukang kebun sekolah
yang sudah tua.
Andi memberi kode pada Pak
Rahman untuk bergeser memberinya jalan. Namun tak disangka, tiba-tiba Pak
Rahman terjatuh pingsan. Tentu saja Andi kaget, begitu pun peserta upacara
lainnya.
Upacara dihentikan sejenak.
Andi ikut membantu menggotong Pak Rahman ke ruang UKS bersama beberapa guru. Setelah
ditangani beberapa guru, Pak Rahman akhirnya sadar. Andi lalu diminta oleh Pak
Irfan menemani Pak Rahman beristirahat.
Pak Rahman yang sudah merasa
baikan, lalu berusaha bangun. “Bapak mau ikut upacara lagi, Nak.”
Namun ternyata badan Pak
Rahman masih lemah. Andi meminta Pak Rahman tetap beristirahat. “Bapak, kan,
sakit. Kenapa ikut upacara?”
“Bapak tidak sakit, hanya kepanasan sedikit, Nak,”
jawab Pak Rahman. “Tak sebanding dengan apa yang dilakukan pahlawan-pahlawan
kita dulu saat berjuang membela dan mempertahankan tanah air,” lanjut Pak Rahman.
Lantas Pak Rahman bercerita,
sewaktu ayahnya kecil tanpa sengaja ia berada di tengah medan pertempuran melawan
pasukan sekutu. Untungnya ayah Pak Rahman bisa selamat, namun tidak dengan
kakeknya. Itu sebabnya sang ayah terus mengingatkan agar anak cucunya tidak
melupakan jasa-jasa kakek dan teman-temannya. Mereka mengorbankan nyawa
berperang mempertahankan Indonesia.
Andi terdiam menyimak cerita
Pak Rahman. Dalam hatinya ia merasa menyesal, selama ini ia selalu malas-malasan
mengikuti upacara bendera. Mulai saat itu, ia berjanji untuk mengikuti upacara
bendera dengan khidmat seperti yang dilakukan Pak Rahman.
-TAMAT-
Pesan
dari cerita:
Bangsa
Indonesia kini sudah merdeka. Kita harus menghargai jasa pahlawan, salah
satunya dengan mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
Versi audio dapat dibuka di link Nusantara Bertutur:
http://print.kompas.com/iklan/klasika/nusantarabertutur/arsip/20160821-upacara-bendera.html
No comments:
Post a Comment