Ini cerita yang saya tulis tapi kurang begitu sreg di hati. Konfliknya kurang kuat dan alur ceritanya, "cumi" aka cuma mimpi. Setelah dapat pelajaran dikelas mas baim, memang sebaiknya kita menghindari menulis cerita dengan alur cuma mimpi.
Tapi cerita sudah kadung dikirim, dan dimuat di Solopos. Paling tidak artinya sudah bisa menghibur pembaca rubrik anak di daerah Solo dan Jogjakarta.
Untuk saya sendiri, tulisan ini bisa untuk bahan untuk belajar. Toh dalam menulis pun kita terus berproses... Tetap belajar dari karya-karya yang sudah kita hasilkan...
Dimuat 02 Agustus 2015
Selimut Tedy Bear
Oleh: Ruri Irawati
“Jangan dicuci, Bu!” teriak Wawa,
sambil menyambar selimutnya dari tangan Ibu. Pagi itu Wawa siap berangkat
sekolah. Sebelum sempat melipat selimutnya, rupanya Ibu sudah siap menaruhnya
ke wadah cucian kotor.
“Tapi selimutmu sudah bau, Wawa.
Sudah harus dicuci.”
“Iya, Bu. Maya nggak tahan baunya!
Kenapa sih, Wa, selimut bau dipelihara?” gerutu Maya, kakak Wawa.
“Wawa suka baunya. Kalau dicuci,
nanti Wawa nggak bisa tidur, Bu”
“Kalau nggak dicuci, Kak Maya yang susah
tidur, Wa… nggak tahan baunya!” balas Maya, masih manyun. Tak mau berdebat
lama, Wawa langsung masuk ke kamarnya bersama selimutnya. Dimasukkannya ke
lemari baju, dan klik… terkunci! Wawa meringis puas… sampai nanti pulang
sekolah, tak ada yang bisa mengganggu selimutku, karena kuncinya akan kubawa ke
sekolah, seru Wawa dalam hati. Ibu memandang dari luar kamar sambil
menggelengkan kepalanya.
***
Selimut Wawa memang spesial
untuknya. Selimut bermotif Tedy Bear itu sudah menemani Wawa sejak setahun yang
lalu. Suatu kali, Wawa pernah demam tinggi, ia menggigil kedinginan. Tapi
selimut itu menemani Wawa sepanjang malam, hingga demamnya turun. Saat demam
itu, Wawa merasa berada di padang
salju dan hanya di temani oleh Tedy Bear yang selalu memeluknya untuk melawan
rasa dinginnya. Sejak saat itu setiap Wawa beranjak tidur, tak pernah ia melepaskan
selimut kesayangannya.
***
Sepulang sekolah, seusai makan dan
sholat dhuhur, dibukanya lemari yang Wawa kunci saat berangkat sekolah tadi.
Lega rasanya melihat selimutnya masih terlipat rapi di pojok lemari.
“Bu, Wawa tidur siang dulu ya. Tadi
di sekolah capek, Bu, habis pelajaran olahraga,” teriak Wawa sambil menyalakan
kipas angin.
“Sudah sholat belum, Nak?” jawab Ibu
dari dapur yang masih sibuk mengerjakan pesanan ketering.
“Sudah, Bu.” Wawa menghempaskan
badannya ke kasur. Ditariknya selimut kesayangannya menutupi tubuhnya. Hmm…
nyaman…
***
“Wawa…” Wawa menengok ke arah suara
yang memanggil namanya. Ternyata suara itu datang dari seekor beruang yang tampak
tak asing di mata Wawa. Wajah Wawa merekah senang.
“Tedy Bear! Senangnya bisa bertemu
lagi!” seru Wawa sambil memeluk beruang itu.
“Ya, akupun begitu. Aku sedang ingin
bermain denganmu, Wawa. Ayo, kita main ke danau, di sana banyak ikannya.”
“Ayo Tedy Bear, sepertinya asyik!”
seru Wawa girang. Wawapun bergandengan dengan Tedy Bear berjalan menuju danau
dari bangku taman tempat Wawa menikmati semilir angin sepoi-sepoi.
Setibanya di danau, air danau
terlihat begitu jernih. Wawa bersorak girang melihat ikan-ikan yang besar dan
banyak di dalam danau yang tampak dangkal itu.
“Ayo Tedy Bear, tangkap ikan-ikan
itu!” seru Wawa loncat-loncat kegirangan. Tedy Bear segera melangkahkan kakinya
ke dalam danau dan meraup ikan sebanyak-banyaknya. Wawa memekik senang. Lalu, Tedy
Bear berjalan keluar danau dan mendekati Wawa yang masih asyik duduk di pinggir
danau. Ikan-ikan yang sudah diraupnya dan diserahkan ke Wawa sambil mengajak
Wawa turun ke danau. Tapi Wawa tak mau menerima ikan itu, bau amis yang
tertangkap hidungnya membuat pusing kepala Wawa.
“Aku nggak mau pegang ikan itu…
bau!” teriak Wawa menutup hidung sambil berlari menjauh, “Tedy Bear, kaupun
baunya sama dengan ikan-ikan itu, bau amis,” lanjut Wawa. Tedy Bear tertawa
lebar.
“Memang Wawa tak suka bau amis ini? Kalau
begitu aku akan berhenti bermain dan membersihkan bau amis ini. Supaya Wawa mau
main denganku lagi,” jawab Tedy Bear.
“Iya Tedy Bear, kau lepaskanlah dulu
ikan-ikan itu kembali ke danau. Lalu kau berendam saja di danau sebelah sana supaya baumu hilang. Aku
akan menunggumu,” seru Wawa sambil menunjuk sebelah danau yang tak banyak
ikannya. Tedy Bear mengangguk. Tapi sayang, Wawa tak bisa menunggu lama karena
ia harus terbangun dari tidurnya.
Wawa mengucek matanya. Rasanya ia
masih berada di alam mimpi bersama Tedy Bear. Bau amis Tedy Bear dan ikan-ikan
itu masih tercium dari selimutnya. Segera ia beranjak dari tempat tidur sambil membawa
selimut kesayangannya itu.
“Sudah bangun, Nak? Eh, mau dibawa
kemana selimutnya, Wa? Mau diumpetin lagi ya?” tanya Ibu bercanda.
“Mau Wawa cuci, Bu. Ternyata bau
nggak enak itu bikin pusing,” jawab Wawa malu. Ibu tersenyum.
Rupanya Wawa tidak tahu kalau Ibu sempat menengok dan mengembalikan
selimut Wawa yang jatuh ketika Wawa tidur siang. Tangan Ibu masih tertempel bau
ikan saat memasak di dapur. Dan bau amisnya, menempel ke selimut Wawa.
“Memang, barusan mimpi apa sih?”
goda Ibu.